Stigma adalah suatu proses dinamis
yang terbangun dari suatu persepsi yang telah ada sebelumnya yang menimbulkan
suatu pelanggaran terhadap sikap, kepercayaan, dan nilai. Stigma dapat
mendorong seseorang untuk mempunyai prasangka pemikiran, perilaku, dan atau
tindakan oleh pihak pemerintah, masyarakat, pemberi kerja, penyedia pelayanan
kesehatan, teman sekerja, para teman, dan keluarga-keluarga (Castro dan Farmer,
2010).
|
No Stigma! |
Goffman (1963) membuat konsep
tentang stigma yaitu suatu atribut yang mendiskreditkan secara signifikan.
Goffman juga mengemukakan istilah stigma merujuk pada keadaan suatu kelompok
sosial yang membuat identitas terhadap seseorang atau kelompok berdasarkan
sifat fisik, perilaku, ataupun sosial yang dipersepsikan menyimpang dari
norma-norma dalam komunitas tersebut.
Herek dan Glunt (1991) sebagaimana
dikutip Waluyo et al. (2006) meneliti tentang opini masyarakat Amerika tentang
HIV-AIDS yang ternyata cukup mengejutkan hasilnya, dimana sebagian besar
memandang penderita HIV-AIDS harus dikucilkan dan diintimidasi agar dapat
dipisahkan dari kehidupan “normal”. Kelompok yang diteliti ini juga mempersalahkan
mereka yeng menderita HIV-AIDS, mengapa mereka sampai tertular HIV-AIDS.
Tindakan menstigma atau
stigmatisasi terjadi melalui beberapa proses yang berbeda-beda seperti:
- Stigma aktual (actual) atau stigma yang dialami (experienced) terjadi jika ada orang atau masyarakat yang melakukan
tindakan nyata, baik verbal maupun non verbal yang menyebabkan orang lain
dibedakan dan disingkirkan.
- Stigma potensial atau yang dirasakan (felt) terjadi jika tindakan stigma belum
terjadi tetapi ada tanda atau perasaan tidak nyaman. Sehingga orang cenderung
tidak mengakses layanan kesehatan.
- Stigma internal atau stigmatisasi diri adalah
seseorang yang menghakimi dirinya sendiri sebagai “tidak berhak” atau “tidak
disukai masyarakat”. Hal ini diperkuat oleh Ahwan (2014) yang menyatakan bentuk
lain dari stigma yang berkembang melalui internalisasi oleh ODHA dengan
persepsi negatif tentang diri mereka sendiri. Hal ini dikenal dengan stigma
diri sendiri atau self stigmatization. Waluyo et al. (2006) juga menyatakan
adanya pengaruh pemahaman dan kepercayaan seseorang terhadap terjadinya stigma
pada dirinya sendiri akibat proses
gabungan antara proses psikologis dan budaya yang berkembang
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
stigma terhadap orang dengan HIV-AIDS:
- Pendapat bahwa HIV-AIDS adalah penyakit
mematikan
- Pendapat bahwa HIV-AIDS adalah penyakit karena
perbuatan melanggar susila, kotor, tidak bertanggung jawab
- Pendapat bahwa orang dengan HIV-AIDS pasti dengan
sengaja menularkan penyakitnya
- Kurangnya pengetahuan yang benar tentang cara
penularan HIV. Waluyo et al. (2006) menarik kesimpulan dalam penelitiannya
bahwa ketidaktahuan pasien, keluarga, dan orang-orang di sekitar pasien HIV-AIDS,
membuat tes HIV yang harus secara dini dilakukan oleh pasien maupun orang-orang
di sekitar pasien yang beresiko, tidak dapat dilakukan dengan segera. Deteksi
dini pada orang beresiko HIV-AIDS tidak dapat dilakukan dan dapat berdampak
pada tidak optimalnya terapi ARV yang diberikan pada pasien HIV-AIDS. Karena
semakin dini deteksi dilakukan maka akan semakin baik hasil yang didapatkan
pada terapi ARV pasien HIV-AIDS.
Stigma harus kita cegah bersama
karena dapat menyebabkan diskriminasi yang selanjutnya akan mengakibatkan:
- Isolasi
- Hilangnya pendapatan atau mata pencaharian
- Penyangkalan atau pembatasan akses pada layanan
kesehatan
- Kekerasan fisik dan emosional
Selain itu, dengan mencegah
stigma, ada banyak hal yang bisa kita capai bersama, antara lain kita dapat:
- Memperkuat
respon efektif untuk mengatasi HIV-AIDS
- Mendorong
pengembangan dan rasa percaya diri yang kuat pada ODHA.
- Menciptakan
role model positif dan memahami upaya
anti stigma dan diskriminasi lebih jauh.
- Memperkuat
ikatan ODHA, keluarga mereka dan komunitas untuk bersama
Untuk mengatasi stigma, kita
dapat memainkan peran untuk mengedukasi pihak lain, menyuarakan dan menunjukkan
sikap dan perilaku baru. Beberapa langkah praktis yang dapat dilakukan untuk
menghadapi stigma dan diskriminasi adalah sebagai berikut:
- Jadilah
contoh yang baik, caranya ialah dengan menerapkan pengetahuan yang sudah kita
miliki. Salah satu sumber pengetahuan yang wajib menjadi acuan adalah yang
berasal dari Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN). Dengan pengetahuan yang baik
akan berbagai fakta yang ada, kita mulai bisa memikirkan kata-kata yang kita
gunakan sehari-hari dan bagaimana cara kita berperilaku terhadap ODHA selama
ini. Kemudian, coba pikirkan apa yang bisa kita buat berbeda dari cara pikir
dan tindakan kita selama ini.
- Berbagi
dengan orang lain, caranya sama dengan di atas. Fakta-fakta yang sudah kita
ketahui kita bagikan ke orang lain dengan mengajak mereka berdiskusi tentang
stigma dan bagaimana cara-cara yang tepat untuk mengubahnya.
- Mengatasi
masalah stigma ketika kita melihatnya terjadi di rumah, kantor, maupun di
masyarakat dengan cara berbicara tentang apa masalahnya dan buat orang lain
paham bahwa stigma itu melukai.
- Lawan
stigma melalui kelompok. Dalam kelompok kita bisa menyampaikan situasi tentang stigma
yang ada di lingkungan kita. Lewat kelompok suara kita akan lebih didengar
karena bersuara bersama-sama tentu lebih besar dampaknya daripada suara
individu.
- Tidak
cukup hanya mengatakan bahwa stigma itu “buruk” atau “salah” namun lebih baik
jika langsung bertindak untuk melakukan perubahan.
- Berpikir
besar, mulai dari yang kecil, dan bertindak sekarang.
Studi yang dilakukan oleh Herek
dan Capitano (1993) sebagaimana dikutip Waluyo et al. (2006) menunjukkan bahwa
pemberian informasi saja tidaklah cukup untuk meminimalkan stigma yang terjadi
di masyarakat. Selain memberikan informasi yang lengkap dan benar, untuk
melengkapi langkah di atas, kita dapat pula melakukan hal-hal ini supaya
masyarakat mulai membicarakan dan mulai bertindak untuk melawan stigma:
- Testimoni
oleh ODHA maupun keluarganya mengenai pengalaman mereka hidup dengan HIV atau hidup
dengan orang yang positif HIV.
- Pengawasan
bahasa (language watch). Lakukan “survey
mendengarkan” untuk mengidentifikasi kata-kata yang menstigma yang sering
digunakan di masyarakat (di media maupun di lagu-lagu yang populer)
- Community mapping mengenai stigma untuk
mengidentifikasi titik-titik stigma di masyarakat dengan menunjukkan peta
wilayah komunitas dalam pertemuan.
- Community walk, berupa ajakan untuk
mengambil langkah untuk mengurangi stigma yang berlangsung di masyarakat
setelah proses community mapping.
- Pertunjukan
drama berdasarkan kisah nyata pada berbagai kesempatan.
- Pameran
gambar sebagai sarana untuk memulai diskusi mengenai stigma.
Untuk melakukan langkah-langkah
di atas tentu kita bertanya-tanya. Adakah pedoman yang bisa digunakan? Adakah
sumber referensi yang dapat dipercaya? Untuk mudahnya kunjungi saja laman
Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (
KPAN). Komisi ini secara teratur menyelenggarakan
berbagai even yang bertujuan menyebarkan informasi yang lengkap dan benar
tentang penangulangan HIV-AIDS di Indonesia. Salah satu even terdekat yang akan
dilakukan adalah
Pertemuan Nasional AIDS V (
Pernas AIDS V) yang akan
berlangsung bulan Oktober nanti. Pertemuan ini menjadi ajang pembelajaran dan
saling berbagi antar lembaga atau individu yang terlibat dalam penanggulangan
HIV-AIDS di Indonesia.
Jadi? Mari kita mulai pencegahan
stigma untuk penanggulangan HIV-AIDS yang lebih baik. Mulai dari keluarga,
komunitas, dan masyarakat yang lebih luas. Mulai dari melakukan hal kecil
hingga perlahan bergerak untuk melakukan hal yang lebih besar. Niscaya ke
depannya dengan partisipasi kita, program penanggulangan HIV-AIDS akan lebih
baik.
Rujukan:
Buku Pedoman Penghapusan Stigma
dan Diskriminasi Bagi Pengelola Program, Petugas Layanan Kesehatan, dan Kader.
Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan, Direktorat Pengendalian Penyakit Menular Langsung. 2012.
Persepsi Pasien Dengan HIV/ AIDS
dan Keluarganya Tentang HIV/ AIDS dan Stigma Masyarakat terhadap Pasien HIV/
AIDS. Waluyo A., Nurachmah E., Rosakawati. Jurnal Keperawatan Indonesia Vol. 10
No.2 September 2006; hal 61-69.
Stigma dan Diskriminasi HIV &
AIDS pada Orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) di masyarakat basis anggota
Nahdlatul Ulama (NU) Bangil – Studi kajian peran strategis Faith Based
Organization (FBO) dalam isu HIV. Zainul A. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Yudharta Pasuruan. 2014.