Monday, September 16, 2013

Beberapa Hal Tentang Mimpi Basah

Menjawab beberapa pertanyaan yang masuk di email apaituhivdanaids@gmail.com tentang mimpi basah, maka bersama ini disampaikan beberapa hal yang perlu diketahui tentang mimpi basah. Silahkan dibaca dan di-share ke rekan atau teman yang lain.
  1. Mimpi basah/ wet dreams (juga dikenal dengan istilah nocturnal emission) adalah hal yang normal, kondisi ini diyakini terjadi ketika tubuh tidak mendapatkan pelepasan dari kondisi kadar hormon yang tiba-tiba menanjak pada masa remaja atau terjadi pada orang yang aktif secara seksual namun tiba-tiba "kekeringan" atau harus tidak berhubungan seksual dalam waktu lama.
  2. Apakah perempuan juga mendapatkan mimpi basah? Ya, tetapi pada mereka kondisi ini jauh lebih umum dan jauh lebih “berantakan” daripada yang dialami oleh laki-laki. Apa itu kondisi yang jauh lebih umum dan lebih “berantakan” akan dibahas di artikel-artikel yang akan datang.
  3. Perlu diketahui bahwa masturbasi bisa, tapi tidak selalu, menghentikan mimpi basah yang sifatnya sering. Kadangkala laki-laki yang “teratur” melakukan masturbasi bisa saja tetap mengalami mimpi basah ini.
  4. Beberapa ahli berteori bahwa mimpi basah adalah salah satu dari banyak cara alam bawah sadar yang dikelola tubuh untuk menangani stress. Oleh karenanya mimpi basah tampaknya terjadi lebih sering pada remaja dan dewasa muda karena kelompok usia ini diperkirakan berada di bawah tekanan yang ekstrim.
  5. Mimpi basah tidak diinduksi atau dipicu oleh obat. Tidak ada satu obatpun yang jika diminum maka malam harinya anda akan mimpi basah.
  6. Mimpi basah tidak berhubungan dengan adanya sinyal kelainan seksual atau berarti Anda menyimpang secara seksual.
    Gambar diambil dari presentasi Kesehatan Reproduksi oleh Rachmat Willy, 2008
  7. Mimpi basah tidak ada hubungannya dengan anda akan menjadi gay atau “straight”, jenis mimpi basah Anda tidak akan mewakili seksualitas Anda.
  8. Mimpi basah tentang subyek tabu seperti: inses (hubungan seks dengan saudara/ orangtua sendiri), hewan, perkosaan, seks dengan atasan atau orang yang tua, seks umum, seks berkelompok, dan homoseksualitas adalah hal yang biasa/umum dan itu tidak ada hubungannya dengan preferensi seksual Anda saat anda terjaga (tidak berarti Anda diam-diam ingin melakukan hal-hal tersebut).
  9. Tidak ada alasan untuk merasa bersalah jika Anda mengalami mimpi basah, hal itu terjadi secara bawah sadar dan tidak dapat dengan mudah dikontrol atau dimanipulasi.
  10. Banyak orang mengalami mimpi basah dan bahkan tidak tahu bahwa itu terjadi, pada laki-laki “kekacauan” pagi hari (morning mess) adalah satu-satunya bukti bahwa dia mengalami mimpi basah. Sedangkan pada perempuan bisa saja tidak terdeteksi. Hal inilah yang mungkin merupakan fakta bahwa sebenarnya perempuan lebih sering mengalaminya ketimbang laki-laki namun dalam beberapa laporan juga disampaikan bahwa perempuan lebih jarang mengalaminya dibanding dengan laki-laki.
Ingin tahu lebih lanjut? Silahkan email atau tinggalkan pesan di laman Facebook Apa Itu HIV dan AIDS. Mari bantu sebarkan informasi tentang HIV, AIDS, IMS dan Kesehatan Reproduksi dengan lengkap dan benar!

Wednesday, September 4, 2013

Kontrasepsi Darurat, apa itu?



Kontrasepsi darurat, atau kontrasepsi pasca-coital, mengacu pada metode kontrasepsi yang dapat digunakan untuk mencegah kehamilan dalam beberapa hari pertama setelah hubungan seksual. Hal ini dimaksudkan untuk penggunaan darurat setelah hubungan seks tanpa kondom, kegagalan kontrasepsi atau penyalahgunaan (seperti lupa minum pil atau kondom robek), pemerkosaan atau hubungan seks yang dipaksakan.

Sumber gambar: okefood.com
Kontrasepsi darurat (sering disingkat kondar) hanya efektif dalam beberapa hari pertama setelah hubungan seksual sebelum sel telur dilepaskan dari ovarium dan sebelum sperma membuahi sel telur. Pil kontrasepsi darurat tidak dapat mengganggu kehamilan mapan atau membahayakan embrio yang sedang berkembang.

Siapa yang memerlukan kontrasepsi darurat?
Setiap perempuan dalam usia reproduksi bisa saja sewaktu-waktu memerlukan kontrasepsi darurat ini untuk menghindari kehamilan.

Dalam situasi darurat apa kondar bisa digunakan?
Kontrasepsi darurat bisa digunakan dalam berbagai situasi hubungan seksual dimana:

  1. Tidak menggunakan alat kontrasepsi, contoh: perempuan yang tidak menggunakan alat KB karena suami sering bepergian dalam jangka waktu lama, lupa menggunakan alat kontrasepsi, dan lain-lain.
  2. Ada kegagalan penggunaan alat kontrasepsi, contoh: lupa minum pil KB lebih dari 2 hari berturut-turut, lupa atau terlambat suntik ulang lebih dari 1 minggu, kondom yang digunakan bocor atau lepas, dan lain-lain.
  3. Pada kasus penganiyayaan seksual pada perempuan yang tidak terlindungi oleh salah satu jenis alat kontrasepsi. Contoh: korban perkosaan.

Metode kontrasepsi darurat
Ada 2 metode yang dikenal yaitu penggunaan ECPs (Emergency Contraception Pills) dan Copper Bearing IUDs  (Intrauterine Devices). Kedua metode ini dikenal juga dengan cara medik (pil) dan mekanik (IUD). Kita bahas dulu yang mekanik ya?

Kondar mekanik seperti telah disampaikan sebelumnya adalah IUD yang emngandung tembaga (misalnya: CuT 380A). Jika dipasang (cukup 1 kali pemasangan) dalam waktu "kurang dari 7 hari" (literatur WHO menyampaikan selambatnya 5 hari) setelah senggama, cara ini mampu mencegah kehamilan dan selanjutnya dapat dipakai terus untuk mencegah kehamilan hingga 10 tahun lamanya, atau sesuai waktu yang dikehendakinya. Cara kerja dari kondar mekanik ini adalah mencegah fertilisasi (pertemuan sel sperma dan sel telur) serta mencegah tertanamnya hasil pembuahan pada endometrium (selaput dinding rahim). 
Kondar mekanik mempunyai resiko kegagalan sebesar < 0,1%

Emergency Contraception (Pic Source: kaahe.org)
Hamil atau diduga hamil merupakan kontra indikasi dari penggunaan kondar mekanik ini. Selain itu Infeksi Menular Seksual (IMS) juga merupakan indikasi kontra selain dugaan kehamilan atau kehamilan. 

Yang kedua yaitu metode pil kontrasepsi dengan menggunakan pil berisi levonorgestrel. WHO telah membuktikan bahwa regimen ini 52-94% terbukti dapat mencegah kehamilan. Paling sedikit ada 5 cara pemberian Kondar oral (pil) yang telah diteliti secara luas. Sekalipun pemberian pervaginal masih dalam tahap penelitian, namun kepustakaan yang telah dipublikasikan masih terbatas pada pemberian per oral.

Lima cara tersebut adalah : Pil KB Kombinasi (mis: Microgynon), Pil Progestin (mis : Postinor-2), Pil Estrogen (mis: Premarin), Mifepristone (mis : RU-486), Danazol (misal: Danocrine).

Pil-pil tersebut bekerja dengan cara:

  1. Merubah endometrium sehingga tidak memungkinkan implantasi hasil pembuahan.
  2. Mencegah ovulasi/ menunda ovulasi.
  3. Mengganggu pergerakan saluran telur (tuba fallopi)

Cara pemberian :

  1. Pil kombinasi : 2x4 tablet dalam waktu 3 hari pasca senggama, (dosis pertama 1x4 tablet diulang 1x4 tablet 12 jam kemudian setelah dosis pertama).
  2. Pil Progestin : 2x1 tablet dalam waktu 3 hari pasca senggama, (dosis pertama 1 tablet, diulang 1 tablet kedua 12 jam sesudah tablet pertama)
  3. Pil Estrogen : 2x10 mg dalam waktu 3 hari pasca senggama selama 5 hari.
  4. Mifepristone : 1x600 mg dalam waktu 3 hari pasca senggama.
  5. Pil Danazol : 2x4 tablet dalam waktu 3 hari pasca senggama, (dosis pertama 1x4 tablet diulang 1x4 tablet 12 jam kemudian setelah dosis pertama)

Berbagai pil ini bisa didapatkan di bidan praktek, pelayanan KB, RS Bersalin, Rumah Sakit, dan Apotik. Efek samping yang mungkin muncul akibat penggunaannya antara lain: mual, muntah, perdarahan bercak, dan nyeri payudara.

Perlu diketahui bahwa pil berbasis levonorgestrel ini sangat aman dan tidak menyebabkan aborsi atau mengganggu kesuburan dalam jangka panjang. Efek samping yang disampaikan di atas biasanya ringan dan cukup bervariasi antara seorang dengan yang lain. 

Pil ini tidak untuk diberikan pada perempuan yang sudah hamil. Namun, jika kebetulan tak sengaja diberikan pada perempuan yang sedang hamil maka pil ini tidak akan membahayakan si ibu maupun si janin. Karena sifatnya yang darurat, maka pil kondar ini tidak untuk digunakan sebagai pengganti kontrasepsi jangka panjang. Jika dipergunakan secara teratur dikhawatirkan akan terjadi gangguan pada siklus menstruasi.

Penting juga untuk diketahui bahwa penggunaan kontrasepsi darurat seperti pil ini tidak untuk mencegah penularan HIV. Untuk mencegah penularan HIV gunakan kondom dengan benar dan konsisten!

Bacaan:


Kontrasepsi Darurat (Kondar), Tahir, Andi Mardiah, dr. Dr. SpOG, Divisi FER, Bag. Obgin, FK Unhas.

Thursday, August 1, 2013

Get to know STD: Scabies



Other skin disease that is grouped into a sexually transmitted disease (STD) is Scabies. This time the learning series about STD (get to know STD) will discuss about Scabies. All the material below is quoted from Wikipedia entirely. Happy reading!

Sarcoptes Scabiei (Source: Wikipedia)
Scabies is an ancient disease. Archeological evidence from Egypt and the Middle East suggests scabies was present as early as 494 BC. The first recorded reference to scabies is believed to be from the Bible (Leviticus, the third book of Moses) circa 1200 BC. Later, in the fourth century BC, the ancient Greek philosopher Aristotle reported on "lice" that "escape from little pimples if they are pricked" scholars believe this was actually a reference to scabies.
Nevertheless, Greek physician Celsus is credited with naming the disease "scabies" and describing its characteristic features. The parasitic etiology of scabies was later documented by the Italian physician Giovanni Cosimo Bonomo (1663–99 AD) in his famous 1687 letter, "Observations concerning the fleshworms of the human body". With this discovery, scabies became one of the first diseases with a known cause.

Scabies (from Latin: scabere, "to scratch"), also called Norwegian scabies or colloquially the seven-year itch, is a contagious skin infection caused by the mite Sarcoptes scabiei. The mite is a tiny and usually not directly visible parasite which burrows under the host's skin, causing intense allergic itching. The infection in animals other than humans is caused by a different but related mite species, and is called sarcoptic mange.

Scabies is classified by the World Health Organization as a water-related disease. The disease may be transmitted from objects, but is most often transmitted by direct skin-to-skin contact, with a higher risk with prolonged contact. Initial infections require four to six weeks to become symptomatic. Reinfection, however, may manifest symptoms within as few as 24 hours. Because the symptoms are allergic, their delay in onset is often mirrored by a significant delay in relief after the parasites have been eradicated. Crusted scabies, formerly known as Norwegian scabies, is a more severe form of the infection often associated with immunosuppression.

Norwegian Scabies in HIV patient, need 6 months from first itch to be like this (Source: Wikipedia)
The characteristic symptoms of a scabies infection include intense itching and superficial burrows. The burrow tracks are often linear, to the point that a neat "line" of four or more closely placed and equally developed mosquito-like "bites" is almost diagnostic of the disease. In the classic scenario, the itch is made worse by warmth, and is usually experienced as being worse at night, possibly because there are fewer distractions. As a symptom, it is less common in the elderly.
The superficial burrows of scabies usually occur in the area of the hands, feet, wrists, elbows, back, buttocks, and external genitals. Except in infants and the immunosuppressed, infection generally does not occur in the skin of the face or scalp. The burrows are created by excavation of the adult mite in the epidermis.

In most people, the trails of the burrowing mites are linear or s-shaped tracks in the skin often accompanied by rows of small, pimple-like mosquito or insect bites. These signs are often found in crevices of the body, such as on the webs of fingers and toes, around the genital area, and under the breasts of women.

Symptoms typically appear two to six weeks after infestation for individuals never before exposed to scabies. For those having been previously exposed, the symptoms can appear within several days after infestation. However, it is not unknown for symptoms to appear after several months or years. Acropustulosis, or blisters and pustules on the palms and soles of the feet, are characteristic symptoms of scabies in infants.

The elderly and people with an impaired immune system, such as HIV, cancer, or those on immunosuppressive medications, are susceptible to crusted scabies (formerly called Norwegian scabies). On those with weaker immune systems, the host becomes a more fertile breeding ground for the mites, which spread over the host's body, except the face. Sufferers of crusted scabies exhibit scaly rashes, slight itching, and thick crusts of skin that contain thousands of mites. Such areas make eradication of mites particularly difficult, as the crusts protect the mites from topical miticides, necessitating prolonged treatment of these areas.

Scabies at inguinal area on male (Source: www.std.about.com)
The symptoms are caused by an allergic reaction of the host's body to mite proteins, though exactly which proteins remains a topic of study. The mite proteins are also present from the gut, in mite feces, which are deposited under the skin. The allergic reaction is both of the delayed (cell-mediated) and immediate (antibody-mediated) type, and involves IgE (antibodies, it is presumed, mediate the very rapid symptoms on reinfection). The allergy-type symptoms (itching) continue for some days, and even several weeks, after all mites are killed. New lesions may appear for a few days after mites are eradicated. Nodular lesions from scabies may continue to be symptomatic for weeks after the mites have been killed.

Scabies may be diagnosed clinically in geographical areas where it is common when diffuse itching presents along with either lesions in two typical spots or there is itchiness of another household member. The classical sign of scabies is the burrows made by the mites within the skin. To detect the burrow, the suspected area is rubbed with ink from a fountain pen or a topical tetracycline solution, which glows under a special light. The skin is then wiped with an alcohol pad. If the person is infected with scabies, the characteristic zigzag or S pattern of the burrow will appear across the skin; however, interpreting this test may be difficult, as the burrows are scarce and may be obscured by scratch marks. A definitive diagnosis is made by finding either the scabies mites or their eggs and fecal pellets. Searches for these signs involve either scraping a suspected area, mounting the sample in potassium hydroxide and examining it under a microscope, or using dermoscopy to examine the skin directly.

Sites of Scabies (Source: Wikipedia)
Symptoms of early scabies infestation mirror other skin diseases, including dermatitis, syphilis, various urticaria-related syndromes, allergic reactions, and other ectoparasites such as lice and fleas.
Mass treatment programs that use topical permethrin or oral ivermectin have been effective in reducing the prevalence of scabies in a number of populations. No vaccine is available for scabies. The simultaneous treatment of all close contacts is recommended, even if they show no symptoms of infection (asymptomatic), to reduce rates of recurrence. Asymptomatic infection is relatively common. Since mites can only survive for two to three days without a host, objects in the environment pose little risk of transmission except in the case of crusted scabies, thus cleaning is of little importance. Rooms used by those with crusted scabies require thorough cleaning.
A number of medications are effective in treating scabies; however, treatment must often involve the entire household or community to prevent reinfection. Options to improve itchiness include antihistamines.

Permethrin
Permethrin is the most effective treatment for scabies, and is the treatment of choice. It is applied from the neck down, usually before bedtime, and left on for about eight to 14 hours, then showered off in the morning. One application is normally sufficient for mild infections. For moderate to severe cases, another dose is applied seven to 14 days later. Permethrin causes slight irritation of the skin, but the sensation is tolerable. The medication, however, is the most costly of topical treatments.

Ivermectin
Ivermectin is an oral medication shown by many clinical studies to be effective in eradicating scabies, often in a single dose. It is the treatment of choice for crusted scabies, and is often used in combination with a topical agent. It has not been tested on infants and is not recommended for children under six years of age.

Topical ivermectin preparations have been found to be effective for scabies in adults, and are attractive due to their low cost, ease of preparation, and low toxicity. It has also been useful for sarcoptic mange (the veterinary analog of human scabies).

Scabies is one of the three most common skin disorders in children, along with tinea and pyoderma. As of 2010 it affects approximately 100 million people (1.5% of the population) and is equally common in both genders. The mites are distributed around the world and equally infect all ages, races, and socioeconomic classes in different climates. Scabies is more often seen in crowded areas with unhygienic living conditions. Globally as of 2009, an estimated 300 million cases of scabies occur each year, although various parties claim the figure is either over- or underestimated. About 1–10% of the global population is estimated to be infected with scabies, but in certain populations, the infection rate may be as high as 50–80%.

Kenali IMS: Penyakit Kutu Kelamin



Seri Kenali IMS kali ini akan membahas tentang Penyakit Kutu Kelamin. Kenapa penyakit ini juga bisa dimasukkan dalam kategori IMS? Tentu saja jawabannya jelas, karena penyakit ini bisa ditularkan melalui hubungan seksual. Nah, mari kita pelajari bersama!


Kiri: kutu kepala, Kanan: Kutu Pubis (Sumber: www.aafp.org)
Penyakit Kutu Kelamin disebabkan oleh sejenis kutu yang mirip wujudnya dengan kutu yang biasa menyerang rambut di kepala. Kutu tersebut dikenal dengan nama Phthirus Pubis. Kutu ini adalah spesies kutu yang lebih memilih hidup di antara rambut manusia kasar, seperti rambut kemaluan. Untuk selanjutnya kita sebut saja dengan Kutu Kemaluan. 


Kutu kemaluan berwarna abu-abu, oval, merupakan Arthropoda berkaki enam. Ukurannya 1 sampai 2 mm, membuat kutu kemaluan kecil dari kutu kepala, yang merupakan spesies yang berbeda. Kutu kemaluan bertelur (disebut nits) pada rambut-rambut tubuh kasar yaitu, kemaluan, rambut perianal, rambut paha, rambut perut, rambut ketiak, jenggot, dan bulu mata. Kutu kemaluan dewasa hidup dengan menghisap darah dan tidak bergerak jauh dari telur mereka (Frenkl & Potts, 2007; Leone, 2007; Link, 2007).


Penyakit Kutu Kelamin pada Laki-Laki (Sumber: www.forlag.fadl.dk)
Angka prevalensi dan kejadian Penyakit Kutu Kelamin sebagian besar masih berupa perkiraan. Satu studi rinci (Simms et al., 2006) menemukan kejadian sekitar 33 kasus Penyakit Kutu Kelamin setiap tahun per 100.000 orang, dengan prevalensi pada laki-laki dua kali lebih besar dari perempuan. Sama seperti PMS lain, penyakit kutu kelamin paling sering terjadi pada dewasa muda. Di Inggris, insiden tahunan adalah 74 kasus per 100.000 orang dalam kelompok usia 15-24 tahun (Simms et al, 2006). 

Kutu kelamin dapat mempengaruhi semua orang, namun tingkat tertinggi ditemukan pada remaja, biasanya pada remaja yang sudah aktif secara seksual, baik laki-laki maupun perempuan. Hal ini mungkin terjadi karena remaja kadang kurang peduli dengan kebersihan kelamin.


Diagnosis Infestasi Crabs


Penyakit Kutu Kelamin dapat diperoleh melalui kontak fisik dekat dengan orang yang memiliki kutu atau oleh kontak dengan handuk baru kutu-penuh atau tempat tidur. Kutu yang tidak bersentuhan dengan orang biasanya akan mati dalam waktu kurang dari dua puluh empat jam. Penyakit ini cukup menular, dan orang yang berhubungan seks dengan pasangan yang terinfeksi akan memperoleh resiko penularan kutu kemaluan lebih besar dari 90%. Kondom tidak akan mencegah penularan kutu kemaluan (Eckert & Lentz, 2007a; Frenkl & Potts, 2007; Leone, 2007; Shoemaker et al, 2007.). Diagnosis ditegakkan dengan menemukan specimen kutu atau telur kutu pada penampakan mikroskopis. Diagnosis juga ditegakkan dengan melihat gejala-gejala klinis yang timbul.


Gejala Klinis


Telur kutu (nits) yang mengkilat dan tembus pandang disekresikan oleh kutu ke poros rambut manusia. Kutu dewasa hidup dan mencari makan di dasar rambut. Ketika kutu mengisap darah mereka menyuntikkan air liur, dan air liur yang terus menerus keluar inilah yang menyebabkan gatal yang sangat merepotkan terutama pada malam hari. Pasien mulai menggaruk hingga daerah garukan tampak seperti terbakar. 

Rasa gatal dari Penyakit Kutu Kelamin dihasilkan oleh sensitisasi alergi terhadap antigen kutu, dan reaksi alergi ini membutuhkan waktu untuk berkembang. Dari pertama kali seseorang terinfeksi dengan kutu kemaluan hingga gatal parah mungkin memerlukan lima sampai lima belas hari, tetapi reinfestasi akan memulai rasa gatal dalam waktu dua puluh empat jam.


Berikut ini ringkasan gejala klinisnya:

  1. Gatal dan terbakar di daerah kemaluan 
  2. Gatal dapat menyebar karena kutu kelamin bergerak ke daerah basah lain dari tubuh seperti ketiak 
  3. Gatal akan memburuk pada malam hari 
  4. Menggaruk intens dan lama dapat mengakibatkan kulit terluka dan akhirnya terinfeksi oleh bakteri 
  5. Demam, terbakar ketika buang air kecil atau keluarnya cairan kelamin.

Phtyrus Pubis pada Laki-laki (Sumber: www.hkma.org)

Penularan biasanya terjadi selama aktivitas seksual. Namun, hal itu juga dapat terjadi melalui kontak fisik dengan objek yang terkontaminasi seperti dudukan toilet, seprai dan selimut. Bahkan, beberapa perempuan mendapatkan kutu kelamin ketika menggunakan pakaian renang yang disewakan. 


Bagaimana perawatannya?

Tindakan perawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi infeksi kutu kelamin adalah:
  1. Mengeramasi rambut kemaluan dan wilayah sekitarnya sedikitnya selama 5 menit 
  2. Bilas dengan baik 
  3. Menyisir rambut kemaluan dengan sisir bergigi halus untuk menghilangkan telur 
  4. Beberapa dokter menyarankan menggunting rambut kemaluan dengan pisau cukur listrik nonsharp untuk mengurangi jumlah kutu dan telur. Namun ada juga yang tidak menyarankan untuk mencukur habis bulu pubis. Cukup dengan menggunakan 0.5% Malathion salap dioleskan pada kulit terinfeksi yang sudah dikeringkan. Bisa dioleskan dari pusat kearah perineum, perianal, hingga ke pangkal paha. Setelah itu dibilas setelah 12 jam. Penggunaan Gamma benzene hexachloride dan permethrin juga efektif. 
  5. Semua pakaian dalam, handuk, sprei, dan lain-lain harus dicuci dan disetrika.

Partner berhubungan seksual juga harus diperiksa. Orang yang terinfeksi Penyakit Kutu Kelamin sebaiknya juga diperiksa serologi untuk Sifilis dan diperiksa juga untuk HIV.

Demikian pembaca setia blog Apa Itu HIV danAIDS. Ada pertanyaan? Silahkan langsung japri di: apaituhivdanaids@gmail.com atau message di fan page Apa Itu HIV dan AIDS. Juga bisa twit di @apaituhiv_aids.